Wonder Club world wonders pyramid logo
×

Reviews for Key Ideas for a Contemporary Psychoanalysis: Misrecognition and Recognition of the Unconscious

 Key Ideas for a Contemporary Psychoanalysis magazine reviews

The average rating for Key Ideas for a Contemporary Psychoanalysis: Misrecognition and Recognition of the Unconscious based on 2 reviews is 5 stars.has a rating of 5 stars

Review # 1 was written on 2016-11-22 00:00:00
2005was given a rating of 5 stars Balazs Szoegi
In reviewing this I was initially tempted to have a little fun at the expense of a profession many of us think takes itself a tad too seriously. After all, quite a few popular cartoonists have used Rorschach inkblots to highlight the fact that clinical psychology can seem … well, a little wacky. But such flippancy quickly evaporates when we are told that the continued use of Rorschach (pronounced "Raw-shock") tests for psychological assessment results "in harm to innocent people". In the United States, where the Rorschach is the second most widely used personality test, examples of such harm are distressingly common. In Australia, I am assured, the test is less heavily relied upon and, when and if it is used, is likely to be in conjunction with other tests. According to What's Wrong with the Rorschach?, however, in the USA, as of 2003, psychologists still used the Rorschach to help determine child custody decisions, sexual abuse allegations, prisoners' eligibility for parole and a range of other forensic assessments. And yet, according to Professor Wood and his co-authors, the test has little more scientific validity than "tea leaf reading and Tarot cards". The Rorschach test consists of showing a patient a set of ten mirror-image inkblots (five of which are coloured), asking them to describe what they see and then analysing their responses in accordance with a standard scoring system. The problems, of course, arise in the nitty-gritty of analysis - what, exactly, does it all mean? The actual inkblots were introduced in 1921 by a Swiss psychiatrist, Hermann Rorschach, who died the following year, aged 37, before he could fully develop or disseminate his ideas on the diagnostic use of his creations. But a small group of Europeans continued to use the blots and by the mid-1930s one of them was teaching the technique to psychology students at Columbia University, New York. Promoted by several books in the 1940s and hitched to the rise of psychoanalysis, by 1950 the test was taught as part of many psychology courses in the US. But with the development of other personality assessment tests, particularly the Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), Rorschach results came under increasing critical scrutiny. There was, too, the potential chaos of rival variations of the test - no less than five systems were in use by the early 1970s. According to Wood et al, the Rorschach "might well have been abandoned except for the Herculean efforts of … John Exner". In 1974 Exner published the first of a series of detailed manuals on how to administer and interpret the test. Exner's Comprehensive System - ostensibly providing quantification, standards and norms - rejuvenated the Rorschach and gave it a psychometric respectability that Wood and his three co-authors wish to discredit. Exner may have swept all before him in the 1980s, but the tide began to turn in the mid-1990s as a growing number of independent researchers revealed that they could not replicate the results upon which Exner's scoring system was based. Along with problems concerning scoring reliability and a lack of adequate norms, an old concern with "over-pathologisation" - that is, people found normal by other tests were being deemed maladjusted by the Rorschach - was put firmly back on the agenda by a major international study in the late 1990s. Even so, many American psychologists remain true believers and are not about to abandon the Rorschach without overwhelming proof of its flaws. What's Wrong with the Rorschach? is a timely demonstration that a well-written book remains the most effective medium by which ideas may be expounded and their implications fully considered. It must be emphasised that this book's authors are from within the ranks - the first three are psychologists and the fourth is an associate professor of psychiatry. Together or separately they have published numerous papers and articles in the refereed journals of their professions. That four academic writers have managed to lucidly make their case in a single authorial voice is a pleasant surprise when, all too often these days, the simplest notions are rendered incomprehensible by grievously impacted jargon and twaddle.
Review # 2 was written on 2019-05-22 00:00:00
2005was given a rating of 5 stars Stan Burt
Ada satu hal yang harusnya ditulis di cover buku ini: "BUKAN BUAT PEMULA!" (seperti saya, hahaha). Banyak sekali bagian dalam buku ini yang membahas hal-hal yang sifatnya teoritis dan tidak bisa dipahami oleh orang awam. Misalnya ada satu bab yang membahas panjang lebar tentang pentingnya skoring F dan C sampai-sampai ada 2 tokoh yang berselisih pendapat. Orang awam yang baca (seperti saya, misalnya) mungkin akan berkomentar "YA TERUS KENAPA EMANGNYA GITU?" Rorschach merupakan adalah alat tes psikologi yang populer. Rasanya pembaca yang tidak memiliki latar belakang pendidikan psikologi pun tetap tahu bahwa ada alat tes yang berupa bercakan tinta (meskipun tidak banyak yang tahu bagaimana cara skoring dan menginterpretasikannya). Di Indonesia sendiri, saya dengar-dengar sudah banyak fakultas Psikologi yang meninggalkan alat tes ini. Alasannya sih karena tidak praktis dan tidak digunakan oleh non-psikolog, sehingga mahasiswa Psikologi di tingkat strata satu tidak perlu mempelajari alat tes ini secara mendalam. Buku ini memberikan penjelasan yang komprehensif mengenai Rorschach, mulai dari gambaran umum, sejarah, hingga statusnya saat ini (di Amerika tentunya). Pembahasan perkembangan alat tes Rorschach dalam buku ini dapat dikategorikan ke dalam 3 fase, yaitu era Hermann Rorschach, era Bruno Klopfer, dan era John Exner. Ada satu bab khusus yang membahas panjang lebar tentang penggunaan Rorschach sebagai alat diagnostik dalam dunia hukum. Alat tes ini diciptakan oleh Hermann Rorschach. Lucunya, saat Hermann Rorschach masih muda, dia dijuluki "Klex" oleh teman-temannya, yang merupakan bahasa Jerman dari "Bercak Tinta". Rorschach merupakan seorang psikiater yang memiliki bakat dan minat yang luar biasa terhadap bidang riset dan juga seni, terutama dalam seni visual. Jadi tidak mengherankan jika kemudian dia menciptakan alat tes yang berbentuk gambar bercak tinta. Dalam sejarah hidupnya, diceritakan bahwa Rorschach dipengaruhi oleh Bleuler (yang menciptakan istilah 'schizophrenia'), Jung (yang menciptakan konsep archetype dan collective unconscious), serta Freud (penggagas konsep psikoanalisis). Setelah Rorschach melakukan penelitian terhadap 400 subjek, dia menerbitkan sebuah buku yang berisi rangkuman hasil penelitiannya: Psychodiagnostics. Sembilan bulan kemudian dia meninggal pada usia 37 tahun, sehingga dia tidak sempat mengembangkan penemuannya lebih dalam lagi. Pada awalnya, penemuan Rorschach hanya merupakan fenomena lokal di negara Swiss saja. Namun, perlahan-lahan Rorschach dianggap menarik oleh berbagai pihak, termasuk para psikolog dari Amerika. Salah satu tokoh yang mempopulerkan Rorschach di Amerika adalah Bruno Klopfer (awalnya dia merupakan psikolog di Berlin yang pergi ke Swiss untuk melarikan diri dari Nazi, kemudian dia pindah ke Amerika sebagai asisten riset seorang antropolog). Sebelum Klopfer mempopulerkan Rorschach di Amerika, kebanyakan alat tes di negara tersebut merupakan alat tes yang dilandasi oleh pendekatan psikometri. Tes Rorschach berbeda dengan tes psikometri karena memiliki "clinical validation". Hal ini, ditambah dengan meningkatnya popularitas Psikoanalisis (pandangan yang bertentangan dengan Behaviorisme), membuat tes Rorschach sangat populer di tahun 1940an. Namun, lama kelamaan popularitas Rorschach menurun dan semakin diragukan setelah tahun 1965. Inti permasalahan dalam alat tes Rorschach, yang merupakan pembahasan utama dalam buku ini, timbul karena Bruno Klopfer dan para pengikutnya terlalu mengagung-agungkan alat tes ini dan cenderung mengabaikan pendekatan psikometri. Mereka juga kurang menekankan pentingnya penelitian untuk membuktikan hipotesis mereka secara empirik. Tidak sedikit interpretasi yang hanya berasal dari testimoni pribadi yang dituliskan dalam jurnal Rorschach Research Exchange (Bruno Klopfer juga merupakan editor untuk jurnal ini, sehingga banyak 'penelitian' kelas dua yang lolos seleksi dalam jurnal ini hanya karena kesimpulannya memperkuat hipotesa Klopfer). Tidak tanggung-tanggung, psikolog yang memberikan penilaian negatif terhadap Rorschach merupakan psikolog terkenal seperti Lee J. Cronbach dan Hans Eysenck. Pada tahun 1980, seorang psikolog bernama John E. Exner menciptakan sistem skoring baru (dalam buku berjudul Comprehensive System) yang menutupi kekurangan sistem skoring yang dikembangkan oleh Bruno Klopfer. Karena temuan Exner ini, tes Rorschach kembali mengalami peningkatan popularitas. Hal paling signifikan dari temuan Exner adalah adanya norma yang spesifik dalam memberikan interpretasi hasil tes, reliabilitas alat tes, dan juga Index yang baru. Akan tetapi, temuan Exner juga tidak lepas dari berbagai kekurangan. Mulai dari tahun 1995, banyak psikolog generasi baru yang mengkritisi kelemahan Comprehensive System sehingga menimbulkan banyak kontroversi dalam penggunaan alat tes ini. Bahkan, 'keunggulan' Comprehensive System yang diciptakan oleh Exner pun dipertanyakan dan malah menjadi kelemahan alat tes ini. Sampai saat ini, kritik terhadap Rorschach masih terus berlangsung. Dengan begitu banyaknya kritik terhadap tes ini, mengapa tes Rorschach masih tetap digunakan oleh psikolog tertentu? Karena banyak psikolog yang terjebak oleh perangkap logika dan pengalaman. Ada beberapa penjelasan yang disampaikan oleh para penulis buku ini: - Banyak psikolog yang percaya pada pihak otoritas, yaitu psikolog senior yang mengajarkan tes Rorschach kepada mereka. Hal ini membuat mereka sulit menerima kebenaran kritik yang disampaikan karena tidak mudah untuk mengakui bahwa guru yang mereka hormati bisa sangat keliru. - Social proof; karena banyak psikolog yang sudah menggunakan tes ini sejak lama, mereka merasa sulit untuk mengakui bahwa mereka bisa salah. Dalam filsafat logika, hal ini dikenal dengan istilah ad populum fallacy dan ad antiquitem fallacy. - Testimoni dan validitas klinis. Banyak klinisi yang merasa layak untuk memberikan evaluasi skoring Rorschach melalui observasi pribadi, padahal klinisi tersebut juga masih seorang manusia sehingga tidak luput dari ilusi kognisi. - Bukti yang bersifat anekdot. Psikolog senior bisa merasa dirinya benar karena pernah mengalami satu kasus yang membuktikan argumennya. Sayangnya, psikolog juga dipengaruhi oleh sifat dasar manusia, yaitu lebih mudah mengingat satu keberhasilan daripada banyak kegagalan. Bukti anekdot sulit untuk dipegang karena tidak terdapat perbandingan yang setara. - Confirmation bias, ilusi korelasi, dan ilusi overpathologizing. Ketiga hal ini merupakan faktor kognitif yang mempengaruhi para psikolog sehingga mereka tidak dapat langsung menyadari bahwa mereka keliru. - Reinforcement; baik yang berupa uang maupun reinforcement sosial. Karena psikolog tersebut merasa 'berhasil' menganalisa seseorang dari hasil tes Rorschach, maka belief mereka terhadap Rorschach sulit digoyahkan. - Self-consistency; para klinisi senior akan sulit untuk menerima bahwa apa yang mereka pelajari selama bertahun-tahun merupakan suatu kekeliruan besar, sehingga mereka akan berusaha untuk tetap mempertahankan pendapat mereka. Sebenarnya masih banyak penjelasan yang lain, tapi penjelasan yang paling parah adalah 'psikolog tersebut tidak up-to-date dengan hasil riset terkini' sehingga tidak tahu bahwa Rorschach sudah banyak dikritik. Padahal kode etik psikolog (baik APA maupun HIMPSI) menyatakan bahwa psikolog memiliki kewajiban untuk terus meningkatkan kompetensi mereka. Secara umum, buku ini memberikan insight yang luar biasa bagi saya. Sayangnya buku ini mengalami 'penyakit' yang sama dengan kebanyakan buku ilmiah lainnya, yaitu terlalu banyak melakukan pengulangan pembahasan. Bahkan, penulisnya sendiri mengatakan dalam salah satu bab bahwa bab tersebut merupakan pengulangan dari bab-bab sebelumnya. Rasanya agak konyol juga melihat gagasan yang sama dibahas berkali-kali dalam paragraf yang berbeda.


Click here to write your own review.


Login

  |  

Complaints

  |  

Blog

  |  

Games

  |  

Digital Media

  |  

Souls

  |  

Obituary

  |  

Contact Us

  |  

FAQ

CAN'T FIND WHAT YOU'RE LOOKING FOR? CLICK HERE!!!